Jumat, 10 Agustus 2012

Nyamuk Sebagai Pelatih Olahraga

Picture source: www.biolib.cz  

Siapa yang tidak mengenal nyamuk? Dari hutan sampai ke kota, kita bisa menemukan spesies ini. Sampai saat ini nyamuk masih menjadi permasalahan, terutama di wilayah pemukiman yang padat penduduk seperti Jakarta. Mengapa? Karena nyamuk merupakan spesies yang mampu membawa penyakit malaria dan demam berdarah bagi manusia. Dua jenis nyamuk yang sangat terkenal semenjak kita duduk di bangku sekolah dasar adalah Anopheles sp dan Aedes aegipty. Jenis Anopheles mampu menyebabkan seseorang terjangkit penyakit malaria. Centers for Disease Control and Prevention (CDC) di Amerika menyebutkan bahwa jenis nyamuk Anopheles yang mentransmisikan penyakit malaria adalah betina dan dari 430 jenis Anopheles hanya skitar 30-40 yang menularkan malaria. Penyakit ini biasanya terjadi pada saat seseorang masuk hutan wilayah tropis. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah hal tersebut yaitu dengan pil kina.
Sedangkan jenis Aedes aegypti merupakan jenis yang membawa penyakit demam berdarah. Ketika seseorang terserang demam berdarah dan dirawat di rumah sakit, maka pihak rumah sakit akan mengeluarkan surat kepada ketua RT dimana korban tinggal untuk diteruskan ke dinas kesehatan agar ditindaklanjuti. Tindak lanjut tersebut biasanya berupa pengasapan atau yang biasa disebut fogging, dengan tujuan untuk membasmi nyamuk yang menyebabkan penyakit tersebut. Gerakan yang paling mudah diingat terkait dengan pencegahan demam berdarah adalah gerakan 3 M, yaitu menutup, menguras dan mengubur.
Saat ini  sudah banyak pembasmi nyamuk dengan berbagai merk yang beredar di pasaran, mulai dari yang dibakar, disemprot dengan larutan ataupun kemasan aerosol. Secara tidak langsung, nyamuk mampu membangkitkan insting manusia untuk berburu. Contohnya, ketika sedang menonton tv di rumah dan mulai terasa ada yang menempel di tangan ataupun kaki maka tangan secara refleks akan langsung menepuk ke sumbernya. Tidak jarang juga wajah tertampar tangan sendiri akibat ulah nyamuk yang menjengkelkan. Bagi orang yang menginginkan masalah cepat selesai, biasanya langsung mengambil pembasmi nyamuk, dengan cara menyemprot atau membakarnya. Namun bau yang ditimbulkan dapat mengganggu pernapasan, sehingga disarankan harus menjauhi ruangan tersebut sampai baunya hilang. Hal ini juga perlu diperhatikan bagi penderita asma.
Begitu banyak reaksi negatif yang timbul akibat nyamuk yang merajalela. Bagaimana membangun reaksi positif dengan permasalahan yang ada? Mari sejenak lupakan pembasmi serangga. Fokuskan diri untuk mempertajam indera penglihatan, pendengaran dan perasa. “KEJARLAH NYAMUK SAMPAI DAPAT” itu slogan yang harus kita dengungkan di dalam hati. Gunakan mata, telinga, tangan, kaki dan semua anggota tubuh untuk bergerak kompak mengejar makhluk ini. Lakukan berbagai gerakan, berdiri, berjalan cepat, melompat, membungkuk. Lakukanlah di ruangan dengan pencahayaan yang cukup dan matikan AC atau kipas angin, karena hanya akan membuat kita kehilangan sasaran. Untuk melatih pendengaran, lakukan perburuan ini ditempat yang gelap dan sunyi agar kita bisa fokus pada bunyi kepakan nyamuk, gunakan insting gerakan refleks tangan untuk menepuk pada sumber bunyi. Lakukan ini dengan perasaan sukacita, maka tanpa kita sadari kita sudah melatih saraf motorik kita dengan berolahraga melalui berbagai gerakan yang gratis tanpa membayar instruktur senam. Saran saya, jangan lakukan kegiatan ini terlalu lama, karena tujuan awal kita adalah untuk berolahraga dan melatih kepekaan indera. Kalau terlalu lama akan menguras energy terlalu banyak, jika dirasa sudah cukup tapi nyamuk masih hilir mudik kesana-kemari, gunakanlah pembasmi nyamuk yang menurut anda paling aman dan bacalah instruksi sebelum pemakaian. Selamat mencoba.


regards,

Dewi Sahidi




HUTAN & ORANGUTAN



Picture source: Dewi Sahidi (2012)

Hutan merupakan kekayaan alam yang luar biasa. Hampir di seluruh belahan dunia terdapat hutan. Hutan memiliki aneka ragam tipe. Mulai dari hutan mangrove, hutan pantai, hutan dataran rendah sampai hutan dataran tinggi. Dari setiap tipe hutan memiliki beragam jenis komponen penyusun yang berbeda. Komponen penyusun terdiri dari factor abiotik dan faktor biotik. Faktor abiotik terdiri dari radiasi matahari, tanah, air, batuan, kelembaban, suhu, dan curah hujan. Sedangkan faktor biotik terdiri dari makhluk hidup yang terdapat di dalam hutan, mulai dari flora, insekta, mamalia, aves dan reptilian. Antara faktor abiotik dan faktor biotik terjadi hubungan timbal balik yang dinamakan ekosistem hutan. Ketika hubungan timbal balik tersebut berjalan dengan normal, maka terjadilah keseimbangan ekosistem. Tetapi jika salah satu komponen tidak dapat menjalankan fungsinya atau hilang maka keseimbangan ekosistem itu akan terganggu.

Salah satu contohnya adalah jika spesies kunci seperti orangutan punah, maka dikhawatirkan akan terjadi gangguan ekosistem terkait dengan penyebaran jenis tumbuhan. Mengapa demikian? Karena orangutan merupakan jenis satwa frugivora, yaitu satwa yang sebagian besar jenis makanannya berupa buah-buahan di hutan, meskipun ada kalanya orangutan juga mengkonsumsi daun dan serangga. Dari jenis makanannya, maka orangutan dapat disebut sebagai organisme penyebar biji.  

Picture source: Dewi Sahidi (2011)

Hal sebaliknya juga bisa terjadi, jika tegakan pohon di hutan mengalami kerusakan maka keberlangsungan hidup orangutan akan terganggu. Seperti yang saat ini sedang marak terjadi, yaitu pembukaan lahan besar-besaran untuk dijadikan lahan kelapa sawit ataupun pertambangan. Orangutan juga merupakan jenis satwaliar yang arboreal yang melakukan kegiatan diatas pohon pada hampir seluruh waktu hariannya. Sehingga orangutan sangat tergantung terhadap keberadaan tegakan pohon di hutan. Jika habitatnya hilang, dan terjadi fragmentasi habitat maka wilayah jelajah orangutan akan sangat terbatas. Hal ini akan berdampak pada kapasitas habitat yang tersisa itu dalam hal menyediakan sumber pakan.
Marilah kita lakukan gerakan penghijauan untuk merestorasi habitat orangutan yang telah rusak. Dengan membangun koridor penghubung antara habitat-habitat yang terfragmentasi. Karena secara langsung maupun tidak langsung, dengan melestarikan habitat orangutan maka kita juga melestarikan hutan sebagai warisan anak cucu kita.

regards,

Dewi Sahidi